Assalamu'alaikum....
Selamat pagi, apa kabar semua??
Masih semangat kan puasanya? :)
Alhamdulillah ya kita udah memasuki hari ke-3 di Bulan Ramadhan ini. Nah biasanya ni di awal Ramadhan kalo puasa masih suka agak2 lemes gitu karena belum terbiasa. Kayak aku nih biasanya kalo udah jam 3 sore, beuh...udah lemes deh kayak ikan kehabisan air.hihihi makanya dulu jaman kelas 1-2 SD aku masih ngalamin tuh yg namanya puasa dzuhur, puasa ashar....hehehe tapi aku salut loh sama anak2 jaman sekarang mash kecil2 udah pada kuat puasa sebulan penuh! hebat! *cium kalian sayaaang*
Nah biar puasanya ga lemes n tetep bugar, aku punya beberapa tips ni yang mungkin bisa membantu kalian. Oke langsung aja ya, check this out!
1. Makan sahur
Usahakan untuk tak melewatkan
makan sahur. Meski Anda mengantuk dan harus bangun di malam hari, namun
makan sahur sangat penting untuk memberikan nutrisi yang cukup bagi Anda
selama berpuasa.
Nah, buat kalian yang suka ngebow aku saranin jangan begadang n jangan lupa pasang alarm minimal 3 benda yg distel bersamaan yah! oya jangan lupa taruh benda2 itu di dekat telinga pada saat tidur. kalo masih ga bangun juga coba ke THT deh, hehe
2. Batasi asupan lemak
Batasi makanan lemak
saat berbuka puasa. Saat berbuka kemungkinan besar Anda akan langsung
makan tanpa memikirkan kadar lemak yang dikandung makanan tersebut.
Makanan manis seperti kurma sangat cocok untuk menambah energi saat awal
berbuka puasa.
Kalo ga ada kurma bisa juga dg ngemut gula jawa loh guys!
3. Ikuti anjuran Rasul dengan aturan 1/3
Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk mengonsumsi 1/3 makanan, 1/3 cairan, dan menyisakan 1/3 ruang untuk udara.
Nahloh...tahan napsu ya jangan dipenuhi dg makanan semua perutnya tar kekenyangan jd males tarawih?hihihi
4. Konsumsi sayur dan buah-buahan
Buah-buahan
segar banyak dijual selama puasa dan waktu berbuka. Jangan lewatkan
kesempatan ini. Pastikan Anda juga mengonsumsi buah-buahan yang kaya
vitamin.
Oke tapi plis jangan makan mangga muda sama sambel waktu sahur kalo ga mau mules!
5. Berjalan setelah berbuka puasa
Setelah
berbuka dan kekenyangan kebanyakan orang akan merasa malas dan mengantuk
Untuk menyiasati hal ini, Anda bisa berjalan-jalan di sekitar rumah
Anda setelah berbuka. Tak perlu terlalu jauh. Dengan berjalan dan
merasakan perubahan suasana puasa akan membangkitkan kesegaran tubuh
Anda, sehingga Anda tak malas untuk melakukan kegiatan selanjutnya.
Wah pas banget nih mau bulan Agustus bisa skalian buat latihan Lomba Gerak Jalan (?)
6. Sholat tarawih
Selain sebagai bentuk
ibadah, sholat tarawih juga memiliki manfaat kesehatan. Ketika melakukan
sholat tarawih, tubuh Anda melakukan banyak gerakan. Ini akan membuat
tubuh tetap segar dan aktif. Selain itu, sholat tarawih juga bisa
meningkatkan konsentrasi, stamina, serta menjalin silaturahmi.
Beneran sholat ya, ga janjian loh? hayo-hayo....hihihi
7. Sempatkan tidur siang singkat
Para ahli
menyatakan bahwa tidur siang tak harus dalam waktu yang lama. Sekitar 15
menit tidur siang sudah cukup untuk membuat tubuh Anda segar kembali.
Carilah empat yang tenang dan sempatkan diri Anda untuk tidur siang. Ini
baik untuk mengganti jam tidur yang kurang di malam hari.
Berhubung tidurnya orang puasa itu ibadah, aku suka tidur siang lama bgt biar pahalanya juga banyak wkwk (niat ibadah apa emang suka malas2an?) ><
Nah, selamat mencoba ya kawan :)
tetep semangat n have a nice Ramadhan :D
Tips diadaptasi dari http://www.merdeka.com/sehat/7-cara-tetap-bugar-saat-puasa-ramadan.html
Senin, 23 Juli 2012
Minggu, 01 Juli 2012
PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA MELALUI
PEMBELAJARAN SASTRA
ARTIKEL KONSEPTUAL
ARTIKEL KONSEPTUAL
Oleh
Ifa Iklassiyah
Ifa Iklassiyah
Email: ifa_ikhlass@yahoo.com
ABSTRAK
Pembelajaran sastra diyakini dapat membantu
proses pembentukan karakter siswa. Kegiatan membaca,
mendengarkan, dan menonton karya sastra pada hakikatnya menanamkan
karakter tekun, berpikir kritis, dan berwawasan luas. Apresiasi sastra akan berjalan baik jika
didasari oleh minat yang tinggi pada karya sastra.. Keberadaan
pembelajaran sastra dalam upaya membangun karakter siswa dapat terwujud dengan
adanya minat siswa, karya sastra, guru yang kompeten dalam bidang pengajaran
dan pembelajaran sastra.
Kata kunci: karakter, siswa, pembelajaran sastra
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini, pendidikan karakter
banyak dan sering menjadi pembahasan berbagai kalangan, terutama kalangan
pendidikan. Hal ini terdorong oleh adanya fakta bahwa siswa sebagai produk
pendidikan belum kuat secara kemanusiaan, serta kepribadiannya masih lemah
sehingga mudah terpengaruh oleh hal-hal dari luar. Selain itu, semangat untuk
belajar, berdisiplin, beretika, bekerja keras, dan sebagainya kian menurun.
Peserta didik banyak yang tidak siap untuk menghadapi kehidupan sehingga dengan
mudah meniru budaya luar yang negatif, terlibat di dalam amuk massa, melakukan
kekerasan di sekolah atau kampus, dan sebagainya. Meningkatnya kemiskinan,
menjamurnya budaya korupsi, munculnya plagiarisme, menguatnya politik uang, dan
sebagainya merupakan cerminan dari kehidupan yang tidak berkarakter kuat untuk
menuju bangsa yang berperadaban maju.
Karakter merupakan kata serapan dari bahasa
Inggris, character, yang belum dibakukan oleh Pusat Bahasa dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI). Yang ada dalam KBBI hanya padanannya, yakni watak,
yang diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran
dan tingkah lakunya. Padanan dari watak, menurut KBBI, adalah budi pekerti dan
tabiat. Kata karakter justru diakomodasi oleh Leksikon Sastra Indonesia ,
dan dimaknai sebagai watak atau sifat-sifat kejiwaan (akhlak, budi pekerti,
tabiat, etos) yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Karakter
atau watak seseorang, selain bawaan sejak lahir (genetik), juga terbentuk
oleh pendidikan, sejak pendidikan di dalam keluarga sampai di sekolah, serta
pengaruh nilai-nilai yang beredar dalam masyarakat dan lingkungan yang
menumbuhkannya. Setiap orang memiliki bawaan genetik yang berbeda serta tumbuh
dalam lingkungan pendidikan dan pergaulan yang relatif berbeda. Keadaan
tersebut menjadikan alasan tumbuhnya karakter-karakter tertentu yang melekat
pada sosok-sosok pribadi yang unik, sejak karakter yang lemah dan buruk
(konsumtif, malas, gampang menyerah, kasar, suka menerabas, pembohong, khianat,
dan korup) sampai karakter yang baik dan unggul (kreatif, rajin, pekerja keras,
ulet, santun, jujur, amanah, adil, dan bertanggung jawab).
Siswa
adalah generasi muda, generasi penerus, yang akan menjadi pemilik masa depan
bangsa. Akan seperti apa wajah bangsa Indonesia di masa depan sangat tergantung
pada bagaimana pembentukan karakter siswa sejak sekarang. Ketika masyarakat seperti
kehilangan harapan pada para elit politik dan pemimpin bangsa (penguasa) saat
ini, maka harapan masyarakat tinggal bergantung pada para pemilik masa depan
itu. Karena itu, membangun karakter siswa sejak sekarang menjadi pekerjaan
bersama (khususnya para guru dan orang tua) yang amat penting. Pengajaran di
sekolah, termasuk pengajaran sastra, menjadi tumpuan yang sangat vital.
Jika kita gagal membentuk karakter yang positif dan unggul pada diri siswa,
bisa-bisa masa depan bangsa ini akan makin terpuruk, kehilangan harapan, atau
setidaknya akan kehilangan kepribadian dan gampang dijajah serta ”diperbudak”
oleh bangsa lain yang lebih adidaya.
Sastra secara etimologis berarti alat untuk
mendidik, sehingga bersifat didaktis. Hal ini sesuai dengan fungsi sastra yaitu dulce
et ulite (nikmat dan bermanfaat). Kebermanfaatannya diketahui karena
sastra di dalamnya terkandung amanat yaitu nilai moral yang bersesuaian
dengan pendidikan karakter. Banyak karya sastra lama dan modern yang mengandung
pendidikan karakter, seperti kemanusiaan, harga diri, kritis, kerja keras,
hemat.
Peran sastra dalam pembentukan karakter
siswa tidak hanya didasarkan pada nilai yang terkandung di dalamnya. Pembelajaran sastra yang relevan untuk
pengembangan karakter peserta didik adalah pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik tumbuh kesadaran untuk membaca dan menulis karya sastra yang
akhirnya mampu meningkatkan pemahaman dan pengertian tentang manusia dan
kemanusiaan, mengenal nilai-nilai, mendapatkan ide-ide baru, meningkatkan
pengetahuan sosial budaya, berkembangnya rasa dan karsa, serta terbinanya watak
dan kepribadian. Pembelajaran sastra yang bersifat apresiatif pun sarat
dengan pendidikan karakter. Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya
sastra pada hakikatnya menanamkan karakter tekun, berpikir kritis, dan
berwawasan luas. Pada saat yang bersamaan dikembangkan kepekaan perasaan
sehingga pembaca cenderung cinta kepada kebaikan dan membela kebenaran.
PEMBAHASAN
Pendidikan memang bukanlah sekadar
transfer pengetahuan (transfer of knowledge), tapi alat
wahana pembentukan kepribadian (character building),
mulai dari pola pikir, kejiwaan dan pola tingkah laku (attitude). Oleh sebab itu, muncullah kesadaran tentang
perlu dikembangkannya kembali pendidikan karakter di sekolah. Salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk menanamkan pendidikan karakter adalah melalui
pembelajaran apresiasi sastra. Pembelajaran apresiasi sastra mampu dijadikan
sebagai pintu masuk dalam penanaman nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral,
seperti kejujuran, pengorbanan, kepedulian sosial, cinta tanah air, psikologis,
demokrasi, santun, dan sebagainya, banyak ditemukan dalam karya-karya sastra.
Baik puisi, cerita pendek, novel, maupun drama. Hal ini tentu dapat dikaitkan
dengan fungsi utama sastra yaitu memperhalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan
dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, penyaluran gagasan,
penumbuhan imajinasi, serta peningkatan ekspresi secara kreatif dan
konstruktif.
Dalam kurikulum disebutkan bahwa
tujuan pembelajaran sastra dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia antara lain
adalah menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa. Pembelajaran sastra diyakini dapat membantu proses pembentukan karakter
siswa, karena di dalam karya sastra terkandung nilai-nilai positif, sejak
nilai-nilai budaya, sosial, moral, kemanusiaan, hingga agama. Melalui
apresiasi sastra, siswa dapat mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal,
serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan kehidupannya.
Dengan membaca sastra, pembaca akan
bertemu dengan bermacam-macam orang dengan bermacam-macam masalah. Melalui
sastra, pembaca diajak berhadapan dan mengalami secara langsung kategori moral
dan sosial dengan segala parodi dan ironinya. Ruang yang tersedia dalam karya
sastra itu membuka peluang bagi pembaca untuk tumbuh menjadi pribadi yang
kritis pada satu sisi, dan pribadi yang bijaksana pada sisi lain. Pribadi yang
kritis dan bijaksana ini bisa terlahir karena pengalaman seseorang membaca
sastra telah membawanya bertemu dengan berbagai macam tema dan latar serta
berbagai manusia dengan beragam karakter. Sastra dalam banyak hal memberi
peluang kepada pembaca untuk mengalami posisi orang lain, yang menjadikannya
berempati kepada nasib dan situasi manusia lain. Melalui sastra,
seseorang dapat mengalami menjadi seorang dokter, guru, gelandangan,
tukang becak, ulama, ronggeng, pencuri, pengkhianat, pengacara, rakyat kecil,
pejabat, dan sebagainya.
Meski sifatnya fiktif, dalam setiap
karya sastra terkandung tiga muatan: imajinasi, pengalaman, dan nilai-nilai.
Melalui kegiatan apresiasi sastra, kecerdasan siswa dipupuk hampir dalam semua
aspek. Apresiasi sastra melatih kecerdasan intelektual (IQ), misalnya dengan
menggali nilai-nilai intrinsik dalam karya sastra, seperti tema, amanat, latar,
tokoh, dan alur cerita. Juga mengembangkan kecerdasan emosional (EQ) siswa,
misalnya sikap tangguh, berinisiatif serta optimis menghadapi persoalan hidup,
dan sebagainya. Hal ini dapat terjadi karena sastra merupakan cerminan
kehidupan masyarakat dengan segala problem kehidupannya. Mempelajari sastra
berarti mengenal beragam kehidupan beserta latar dan watak tokoh-tokohnya.
Membaca kisah manusia yang bahagia dan celaka, serta bagaimana seorang manusia
harus bersikap ketika menghadapi masalah, akan menuntun siswa untuk memahami
nilai-nilai kehidupan. Sedangkan sastra dapat mengembangkan kecerdasan
spiritual (SQ) tentu tak dapat pula kita mungkiri. Sebut saja karya sastra yang
bertema religius seperti puisi Padamu Jua (Amir
Hamzah), cerpen Robohnya Surau Kami (A.A.
Navis), dan sebagainya. Karya sastra dengan tema-tema religius semacam ini akan
menuntun siswa lebih memahami hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Apresiasi
sastra akan berjalan baik jika didasari oleh minat yang tinggi pada karya sastra.
Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi atau gairah terhadap sesuatu. Maka,
‘minat pada sastra’ dapat diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi
(gairah) pada sastra, yakni seseorang yang memiliki keinginan kuat untuk
menggauli sastra, baik mencipta maupun sekadar menikmatinya sebagai rekreasi batin.
Seseorang yang meminati sastra akan merasa hampa jika dalam waktu tertentu
tidak bersentuhan dengan sastra, dan karena itu ia akan selalu rindu untuk
membaca karya sastra.
Sebaliknya,
seseorang yang tidak meminati sastra, tidak akan terdorong untuk membaca, dan
apalagi mencipta, karya sastra. Orang yang demikian, umumnya memiliki apresiasi
sastra yang rendah, bahkan banyak yang tidak memiliki apresiasi sama sekali.
Jika karakter yang demikian ada pada siswa, atau sebagian besar siswa, maka
kita akan berhadapan dengan para siswa yang sulit untuk diajak mengapresiasi
karya sastra, apalagi belajar menciptanya Rendahnya minat siswa pada sastra
itulah sebenarnya tantangan utama pengajaran sastra di sekolah, tantangan yang
pertama-tama dihadapi oleh guru sastra, selain hambatan kurikulum dan sistem
pengajaran sastra, kurangnya buku-buku sastra di perpustakaan sekolah,
rendahnya kualitas buku pelajaran sastra, dan rendahnya kualitas sang guru
sendiri.
Sebagian
orang berpendapat bahwa yang namanya minat seseorang, termasuk minat pada karya
sastra, tidak dapat dipaksakan. Karena, minat datang dari dalam hati. Begitu
juga minat siswa pada sastra, tidak dapat dipaksanakan. Pendapat tersebut
memang ada benarnya, tetapi bukan harga mati. Sebab, minat seseorang, seperti
halnya selera, dapat dibangun secara pelan-pelan tapi pasti. Begitu juga minat
siswa pada sastra, dapat dibangun melalui praktek pengajaran sastra yang benar
dengan menciptakan situasi pengajaran yang mampu mendorong siswa pelan-pelan
meminati karya sastra.
Langkah
pertama, adalah menciptakan suasana belajar-mengajar yang menarik dan
menyenangkan agar siswa merasa enjoy di dalamnya, atau dapat menikmati proses
belajar sastra dengan menyenangkan. Penciptaan situasi yang demikian ini
menuntut kreativitas guru dalam mengajar, dan tidak bisa hanya bertumpu pada
cara mengajar yang konvensional di depan kelas. Cara-cara sebagai berikut dapat
dipertimbangkan:
1. Mengajak
siswa ke luar kelas, ke taman atau kebun terdekat. Cara ini dapat dicoba untuk
mengajar menulis puisi. Dalam belajar menulis puisi, para siswa dapat
diperkenalkan dengan berbagai fenomena alam yang puitis, seperti gerak
daun jatuh, desir suara angin, bunga yang mekar, burung yang bermain-main
di dahan, atau kepak sayap kupu-kupu yang berpindah-pindah dari satu bunga ke
bunga lainnya. Siswa diminta untk menuliskan fenomena alam itu dengan
baris-baris kalimat yang puitis.
2. Belajar
di luar ruang juga dapat dipilih untuk mengajarkan menulis cerpen, misalnya ke
kantin, taman, kebun, atau pinggir jalan. Siswa dapat diminta mengamati dan
memilih satu potret kehidupan yang dilihatnya. Misalnya, seorang anak penyemir
sepatu, lalu diminta membayangkan anak itu rajin bekerja untuk mengumpulkan
uang guna pengobatan ibunya yang sakit di rumah. Nah, siswa diminta mengembangkan
imajinasinya ini menjadi sebuah cerita pendek.
3.
Dalam mengajarkan apresiasi sastra, misalnya
membahas puisi, cerpen atau novel, bias saja siswa diajak ke suatu tempat untuk
mendiskusikannya secara santai dan terbuka. Untuk cerpen dan novel, tentu siswa
perlu membacanya dulu di rumah. Jika ingin tetap di dalam kelas, tentu guru
perlu menciptakan suasana diskusi yang menyenangkan dan membuat anak berani
berbicara.
4.
Dalam mengajarkan membaca puisi, berbagai
cara dapat dipilih. Misalnya, menayangkan dulu video penyair terkenal sedang
membaca puisi, menghadirkan deklamator terkenal ke depan kelas, atau
menyiasatinya dengan berbagai model penyajian puisi yang langsung melibatkan
anak, seperti membaca puisi secara kolektif dan musikalisasi puisi, yang dapat
membuat anak gembira.
5.
Setelah sesi-sesi di atas masing-masing
dilalui, barulah siswa dikumpulkan di dalam kelas, diberi pengetahuan sastra
yang sesuai dengan masing-masing sesi tersebut di atas. Dari sini, pengetahuan
sastra siswa dapat diperluas ke teori dan sejarah sastra yang diperlukan.
Langkah
kedua adalah memberi penghargaan pada siswa yang unggul dalam pelajaran sastra.
Misalnya, memberi hadiah buku sastra pada siswa yang puisi atau cerpennya
dinilai terbaik, juga pada siswa yang membaca puisi atau cerpennya dinilai
paling bagus, serta pada siswa pembahasan atau pendapatnya paling pas saat
membahas karya sastra. Akan lebih seru lagi kalau dalam memilih yang terbaik
itu melibatkan seluruh siswa. Misalnya, semua puisi siswa ditempel pada papan
tulis dan semua siswa ikut menilainya.
Tetapi dalam
menilai pembacaan puisi, tentu akan menghadapi problem waktu. Hal ini dapat
diatasi dengan mengelompokkan siswa, misalnya ke dalam lima kelompok, dan
masing-masing kelompok memilih seorang siswa wakilnya untuk beradu baca puisi
dengan wakil kelompok lain. Dengan cara demikian, suasana bermain yang
menyenangkan akan tercipta tanpa melupakan pokok pelajaran sastranya. Jadi,
semi belajar sambil bermain.
Langkah
ketiga adalah menyediakan ruang berekspresi bagi siswa yang berbakat di bidang
sastra. Misalnya, menyediakan majalah dinding atau majalah sekolah untuk
menampung karya-karya siswa, baik puisi, cerpen, esei, maupun resensi, dan yang
karyanya dimuat mendapatkan hadiah buku sastra. Perlu juga diadakan lomba baca
puisi tengah tahunan (menjelang libur atau awal liburan) untuk mendorong minat
siswa dan menemukan bakat siswa dalam baca puisi.
Langkah
berikutnya adalah meyakinkan pada siswa bahwa sastra itu penting untuk
diapresiasi, karena di dalamnya terkandung nilai-nilai positif yang penting
diketahui dan dihayati oleh siswa. Yakinkan, bahwa manusia yang berbudaya
adalah manusia yang cinta sastra, maka jika ingin dianggap manusia berbudaya, cintailah
sastra dan bacalah karya-karya sastra. Yakinkan pula bagi yang berbakat menulis
puisi atau cerpen agar terus menekuninya sebagai hobi yang positif, yang akan
sangat bermanfaat dan member nilai plus bagi mereka kelak.
Melalui langkah-langkah kecil seperti di
atas diharapkan dapat terbangun minat siswa terhadap sastra. Apabila minat
siswa terhadap karya sastra terbangun maka siswa akan mulai berhadapan dengan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan secara mandiri siswa akan mengenal
serta menyerap nilai-nilai moral, agama, budaya dan sebagainya. Dengan demikian
bukan tidak mungkin karakter siswa akan terbangun menjadi karakter yang
diidealkan masyarakat. Keberadaan pembelajaran sastra dalam upaya membangun
karakter bangsa dapat terwujud dengan adanya minat anak, karya sastra anak,
guru yang kompeten dalam bidang pengajaran dan pembelajaran sastra. Tanpa
adanya unsur tersebut pembelajaran sastra hanya akan menjadi hiburan, sarana
rekreasi saja.
PENUTUP
Pembelajaran sastra diyakini dapat
membantu proses pembentukan karakter siswa, karena di dalam karya sastra
terkandung nilai-nilai positif, sejak nilai-nilai budaya, sosial, moral,
kemanusiaan, hingga agama. Seraya menghibur, sastra menawarkan pathos,
nilai kearifan, kedalaman perenungan, dan menjadi semacam model-model perilaku
yang dikandungnya. Melalui apresiasi sastra, siswa dapat mempertajam
perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya,
dan lingkungan kehidupannya.
Karya
sastra bisa menjadi medium yang strategis untuk mewujudkan tujuan mulia yang
dimaksud dalam perencanaaan pembangunan karakter melalui pendidikan . Melalui
karya sastra, anak-anak sejak dini bisa melakukan olah rasa, olah batin, dan
olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung anak-anak memiliki
perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan berkreasi melalui
karya sastra. Melalui karya sastra, siswa akan mendapatkan pengalaman baru dan
unik yang belum tentu bisa mereka dapatkan dalam kehidupan nyata. Pendidikan
karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan
sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga siswa
didik menjadi paham (ranah kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu
merasakan (ranah afektif) nilai yang baik, dan mau melakukannya (ranah
psikomotor).
Dalam
konteks demikian, pengajaran apresiasi sastra memiliki kontribusi penting dalam
upaya melahirkan generasi yang cerdas dan bermoral seperti yang diharapkan. Ini
artinya, mau atau tidak, institusi pendidikan harus memosisikan diri menjadi
“benteng” utama apresiasi sastra melalui pengajaran yang dikelola secara tepat,
serius, dan optimal. Keberadaan pembelajaran sastra dalam upaya membangun
karakter siswa dapat terwujud dengan adanya minat siswa, karya sastra, guru
yang kompeten dalam bidang pengajaran dan pembelajaran sastra. Tanpa adanya
unsur tersebut pembelajaran sastra hanya akan menjadi hiburan, sarana rekreasi
saja.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Peran Sastra dalam Menumbuhkan Karakter Bangsa.
(http://publiksastra.net/peran-sastra-dalam-pembentukan-karakter-bangsa-2/,
diakses pada 1 Juni 2012)
Herfanda,
Ahmadun Yossi.2011. Membentuk Karakter
Siswa dengan Pengajaran Sastra.
(http://sembahyangrumputan.blogspot.com/2011/05/membembentuk-karakter-siswa-dengan.html,
diakses pada 1 Juni 2012)
Hidayatullah.
2012. Pembelajaran Sastra Anak Membangun
Karakter Bangsa.
(http://bangpek-kuliahsastra.blogspot.com/2012/01/pembelajaran-sastra-anak-membangun.html,
diakses pada 1 Juni 2012)
Patria,
Bekti. 2010. Pembelajaran Apresiasi
Sastra sebagai Wahana Penanaman Karakter
kepada Siswa.( http://bektipatria.wordpress.com/2010/09/01/sastra-dan-pendidikan-karakter/,
diakses pada 1 Juni 2012)
Label:
learn
Langganan:
Postingan (Atom)