RSS

Senin, 23 Juli 2012

Ramadhan : Tetap Bugar Saat Berpuasa

Assalamu'alaikum....
Selamat pagi, apa kabar semua??
Masih semangat kan puasanya? :)

Alhamdulillah ya kita udah memasuki hari ke-3 di Bulan Ramadhan ini. Nah biasanya ni di awal Ramadhan kalo puasa masih suka agak2 lemes gitu karena belum terbiasa. Kayak aku nih biasanya kalo udah jam 3 sore, beuh...udah lemes deh kayak ikan kehabisan air.hihihi makanya dulu jaman kelas 1-2 SD aku masih ngalamin tuh yg namanya puasa dzuhur, puasa ashar....hehehe tapi aku salut loh sama anak2 jaman sekarang mash kecil2 udah pada kuat puasa sebulan penuh! hebat! *cium kalian sayaaang*

Nah biar puasanya ga lemes n tetep bugar, aku punya beberapa tips ni yang mungkin bisa membantu kalian. Oke langsung aja ya, check this out!

1. Makan sahur
Usahakan untuk tak melewatkan makan sahur. Meski Anda mengantuk dan harus bangun di malam hari, namun makan sahur sangat penting untuk memberikan nutrisi yang cukup bagi Anda selama berpuasa.
Nah, buat kalian yang suka ngebow aku saranin jangan begadang n jangan lupa pasang alarm minimal 3 benda yg distel bersamaan yah! oya jangan lupa taruh benda2 itu di dekat telinga pada saat tidur. kalo masih ga bangun juga coba ke THT deh, hehe


2. Batasi asupan lemak
Batasi makanan lemak saat berbuka puasa. Saat berbuka kemungkinan besar Anda akan langsung makan tanpa memikirkan kadar lemak yang dikandung makanan tersebut. Makanan manis seperti kurma sangat cocok untuk menambah energi saat awal berbuka puasa.
Kalo ga ada kurma bisa juga dg ngemut gula jawa loh guys!

3. Ikuti anjuran Rasul dengan aturan 1/3
Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk mengonsumsi 1/3 makanan, 1/3 cairan, dan menyisakan 1/3 ruang untuk udara.
Nahloh...tahan napsu ya jangan dipenuhi dg makanan semua perutnya tar kekenyangan jd males tarawih?hihihi
4. Konsumsi sayur dan buah-buahan
Buah-buahan segar banyak dijual selama puasa dan waktu berbuka. Jangan lewatkan kesempatan ini. Pastikan Anda juga mengonsumsi buah-buahan yang kaya vitamin.
Oke tapi plis jangan makan mangga muda sama sambel waktu sahur kalo ga mau mules!
 
5. Berjalan setelah berbuka puasa
Setelah berbuka dan kekenyangan kebanyakan orang akan merasa malas dan mengantuk Untuk menyiasati hal ini, Anda bisa berjalan-jalan di sekitar rumah Anda setelah berbuka. Tak perlu terlalu jauh. Dengan berjalan dan merasakan perubahan suasana puasa akan membangkitkan kesegaran tubuh Anda, sehingga Anda tak malas untuk melakukan kegiatan selanjutnya.
Wah pas banget nih mau bulan Agustus bisa skalian buat latihan Lomba Gerak Jalan (?)

6. Sholat tarawih
Selain sebagai bentuk ibadah, sholat tarawih juga memiliki manfaat kesehatan. Ketika melakukan sholat tarawih, tubuh Anda melakukan banyak gerakan. Ini akan membuat tubuh tetap segar dan aktif. Selain itu, sholat tarawih juga bisa meningkatkan konsentrasi, stamina, serta menjalin silaturahmi.
Beneran sholat ya, ga janjian loh? hayo-hayo....hihihi

7. Sempatkan tidur siang singkat
Para ahli menyatakan bahwa tidur siang tak harus dalam waktu yang lama. Sekitar 15 menit tidur siang sudah cukup untuk membuat tubuh Anda segar kembali. Carilah empat yang tenang dan sempatkan diri Anda untuk tidur siang. Ini baik untuk mengganti jam tidur yang kurang di malam hari.
Berhubung tidurnya orang puasa itu ibadah, aku suka tidur siang lama bgt biar pahalanya juga banyak wkwk (niat ibadah apa emang suka malas2an?) ><

Nah, selamat mencoba ya kawan :)
tetep semangat n have a nice Ramadhan :D


Tips diadaptasi dari http://www.merdeka.com/sehat/7-cara-tetap-bugar-saat-puasa-ramadan.html

Minggu, 01 Juli 2012


PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA MELALUI PEMBELAJARAN SASTRA 
ARTIKEL KONSEPTUAL
Oleh
Ifa Iklassiyah

ABSTRAK
Pembelajaran sastra diyakini dapat membantu proses pembentukan karakter siswa. Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya sastra pada hakikatnya menanamkan  karakter tekun, berpikir kritis, dan berwawasan luas. Apresiasi sastra akan berjalan baik jika didasari oleh minat yang tinggi pada karya sastra.. Keberadaan pembelajaran sastra dalam upaya membangun karakter siswa dapat terwujud dengan adanya minat siswa, karya sastra, guru yang kompeten dalam bidang pengajaran dan pembelajaran sastra.
         Kata kunci: karakter, siswa, pembelajaran sastra

PENDAHULUAN
            Akhir-akhir ini, pendidikan karakter banyak dan sering menjadi pembahasan berbagai kalangan, terutama kalangan pendidikan. Hal ini terdorong oleh adanya fakta bahwa siswa sebagai produk pendidikan belum kuat secara kemanusiaan, serta kepribadiannya masih lemah sehingga mudah terpengaruh oleh hal-hal dari luar. Selain itu, semangat untuk belajar, berdisiplin, beretika, bekerja keras, dan sebagainya kian menurun. Peserta didik banyak yang tidak siap untuk menghadapi kehidupan sehingga dengan mudah meniru budaya luar yang negatif, terlibat di dalam amuk massa, melakukan kekerasan di sekolah atau kampus, dan sebagainya. Meningkatnya kemiskinan, menjamurnya budaya korupsi, munculnya plagiarisme, menguatnya politik uang, dan sebagainya merupakan cerminan dari kehidupan yang tidak berkarakter kuat untuk menuju bangsa yang berperadaban maju.
Karakter merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, character, yang belum dibakukan oleh Pusat Bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Yang ada dalam KBBI hanya padanannya, yakni watak, yang diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah lakunya. Padanan dari watak, menurut KBBI, adalah budi pekerti dan tabiat. Kata karakter justru diakomodasi oleh  Leksikon Sastra Indonesia , dan dimaknai sebagai watak atau sifat-sifat kejiwaan (akhlak, budi pekerti, tabiat, etos) yang membedakan seseorang dengan orang lain. 
Karakter atau watak seseorang, selain bawaan sejak  lahir (genetik), juga terbentuk oleh pendidikan, sejak pendidikan di dalam keluarga sampai di sekolah, serta pengaruh nilai-nilai yang beredar dalam masyarakat dan lingkungan yang menumbuhkannya. Setiap orang memiliki bawaan genetik yang berbeda serta tumbuh dalam lingkungan pendidikan dan pergaulan yang relatif  berbeda. Keadaan tersebut menjadikan alasan tumbuhnya karakter-karakter tertentu yang melekat pada sosok-sosok pribadi yang unik, sejak karakter yang lemah dan buruk (konsumtif, malas, gampang menyerah, kasar, suka menerabas, pembohong, khianat, dan korup) sampai karakter yang baik dan unggul (kreatif, rajin, pekerja keras, ulet, santun, jujur, amanah, adil, dan bertanggung jawab).
Siswa adalah generasi muda, generasi penerus, yang akan menjadi pemilik masa depan bangsa. Akan seperti apa wajah bangsa Indonesia di masa depan sangat tergantung pada bagaimana pembentukan karakter siswa sejak sekarang. Ketika masyarakat seperti kehilangan harapan pada para elit politik dan pemimpin bangsa (penguasa) saat ini, maka harapan masyarakat tinggal bergantung pada para pemilik masa depan itu. Karena itu, membangun karakter siswa sejak sekarang menjadi pekerjaan bersama (khususnya para guru dan orang tua) yang amat penting. Pengajaran di sekolah, termasuk pengajaran sastra,  menjadi tumpuan yang sangat vital. Jika kita gagal membentuk karakter yang positif dan unggul pada diri siswa, bisa-bisa masa depan bangsa ini akan makin terpuruk, kehilangan harapan, atau setidaknya akan kehilangan kepribadian dan gampang dijajah serta ”diperbudak” oleh bangsa lain yang lebih adidaya.
Sastra secara etimologis berarti alat untuk mendidik, sehingga bersifat didaktis. Hal ini sesuai dengan fungsi sastra yaitu dulce et ulite (nikmat dan bermanfaat). Kebermanfaatannya diketahui karena sastra di dalamnya terkandung amanat yaitu nilai moral  yang bersesuaian dengan pendidikan karakter. Banyak karya sastra lama dan modern yang mengandung pendidikan karakter, seperti kemanusiaan, harga diri, kritis, kerja keras, hemat.
Peran sastra dalam pembentukan  karakter  siswa tidak hanya didasarkan pada nilai yang terkandung di dalamnya. Pembelajaran sastra yang relevan untuk pengembangan karakter peserta didik adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik tumbuh kesadaran untuk membaca dan menulis karya sastra yang akhirnya mampu meningkatkan pemahaman dan pengertian tentang manusia dan kemanusiaan, mengenal nilai-nilai, mendapatkan ide-ide baru, meningkatkan pengetahuan sosial budaya, berkembangnya rasa dan karsa, serta terbinanya watak dan kepribadian. Pembelajaran sastra  yang bersifat apresiatif pun sarat dengan pendidikan karakter. Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya sastra pada hakikatnya menanamkan  karakter tekun, berpikir kritis, dan berwawasan luas. Pada saat yang bersamaan dikembangkan kepekaan perasaan sehingga pembaca cenderung cinta kepada kebaikan dan membela kebenaran.

PEMBAHASAN
Pendidikan memang bukanlah sekadar transfer pengetahuan (transfer of knowledge), tapi alat wahana pembentukan kepribadian (character building), mulai dari pola pikir, kejiwaan dan pola tingkah laku (attitude). Oleh sebab itu, muncullah kesadaran tentang perlu dikembangkannya kembali pendidikan karakter di sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menanamkan pendidikan karakter adalah melalui pembelajaran apresiasi sastra. Pembelajaran apresiasi sastra mampu dijadikan sebagai pintu masuk dalam penanaman nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral, seperti kejujuran, pengorbanan, kepedulian sosial, cinta tanah air, psikologis, demokrasi, santun, dan sebagainya, banyak ditemukan dalam karya-karya sastra. Baik puisi, cerita pendek, novel, maupun drama. Hal ini tentu dapat dikaitkan dengan fungsi utama sastra yaitu memperhalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, penyaluran gagasan, penumbuhan imajinasi, serta peningkatan ekspresi secara kreatif dan konstruktif.
Dalam kurikulum disebutkan bahwa tujuan pembelajaran sastra dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia antara lain adalah menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Pembelajaran sastra diyakini dapat membantu proses pembentukan karakter siswa, karena di dalam karya sastra terkandung nilai-nilai positif, sejak nilai-nilai budaya, sosial, moral, kemanusiaan, hingga agama. Melalui apresiasi sastra, siswa dapat mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan kehidupannya.
Dengan membaca sastra, pembaca akan bertemu dengan bermacam-macam orang dengan bermacam-macam masalah. Melalui sastra, pembaca diajak berhadapan dan mengalami secara langsung kategori moral dan sosial dengan segala parodi dan ironinya. Ruang yang tersedia dalam karya sastra itu membuka peluang bagi pembaca untuk tumbuh menjadi pribadi yang kritis pada satu sisi, dan pribadi yang bijaksana pada sisi lain. Pribadi yang kritis dan bijaksana ini bisa terlahir karena pengalaman seseorang membaca sastra telah membawanya bertemu dengan berbagai macam tema dan latar serta berbagai manusia dengan beragam karakter. Sastra dalam banyak hal memberi peluang kepada pembaca untuk mengalami posisi orang lain, yang menjadikannya berempati kepada nasib dan situasi manusia lain. Melalui sastra,  seseorang dapat  mengalami menjadi seorang dokter, guru, gelandangan, tukang becak, ulama, ronggeng, pencuri, pengkhianat, pengacara, rakyat kecil, pejabat, dan sebagainya.
Meski sifatnya fiktif, dalam setiap karya sastra terkandung tiga muatan: imajinasi, pengalaman, dan nilai-nilai. Melalui kegiatan apresiasi sastra, kecerdasan siswa dipupuk hampir dalam semua aspek. Apresiasi sastra melatih kecerdasan intelektual (IQ), misalnya dengan menggali nilai-nilai intrinsik dalam karya sastra, seperti tema, amanat, latar, tokoh, dan alur cerita. Juga mengembangkan kecerdasan emosional (EQ) siswa, misalnya sikap tangguh, berinisiatif serta optimis menghadapi persoalan hidup, dan sebagainya. Hal ini dapat terjadi karena sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat dengan segala problem kehidupannya. Mempelajari sastra berarti mengenal beragam kehidupan beserta latar dan watak tokoh-tokohnya. Membaca kisah manusia yang bahagia dan celaka, serta bagaimana seorang manusia harus bersikap ketika menghadapi masalah, akan menuntun siswa untuk memahami nilai-nilai kehidupan. Sedangkan sastra dapat mengembangkan kecerdasan spiritual (SQ) tentu tak dapat pula kita mungkiri. Sebut saja karya sastra yang bertema religius seperti puisi Padamu Jua (Amir Hamzah), cerpen Robohnya Surau Kami (A.A. Navis), dan sebagainya. Karya sastra dengan tema-tema religius semacam ini akan menuntun siswa lebih memahami hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Apresiasi sastra akan berjalan baik jika didasari oleh minat yang tinggi pada karya sastra. Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi atau gairah terhadap sesuatu. Maka, ‘minat pada sastra’ dapat diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi (gairah) pada sastra, yakni seseorang yang memiliki keinginan kuat untuk menggauli sastra, baik mencipta maupun sekadar menikmatinya sebagai rekreasi batin. Seseorang yang meminati sastra akan merasa hampa jika dalam waktu tertentu tidak bersentuhan dengan sastra, dan karena itu ia akan selalu rindu untuk membaca karya sastra.
Sebaliknya, seseorang yang tidak meminati sastra, tidak akan terdorong untuk membaca, dan apalagi mencipta, karya sastra. Orang yang demikian, umumnya memiliki apresiasi sastra yang rendah, bahkan banyak yang tidak memiliki apresiasi sama sekali. Jika karakter yang demikian ada pada siswa, atau sebagian besar siswa, maka kita akan berhadapan dengan para siswa yang sulit untuk diajak mengapresiasi karya sastra, apalagi belajar menciptanya Rendahnya minat siswa pada sastra itulah sebenarnya tantangan utama pengajaran sastra di sekolah, tantangan yang pertama-tama dihadapi oleh guru sastra, selain hambatan kurikulum dan sistem pengajaran sastra, kurangnya buku-buku sastra di perpustakaan sekolah, rendahnya kualitas buku pelajaran sastra, dan rendahnya kualitas sang guru sendiri.
Sebagian orang berpendapat bahwa yang namanya minat seseorang, termasuk minat pada karya sastra, tidak dapat dipaksakan. Karena, minat datang dari dalam hati. Begitu juga minat siswa pada sastra, tidak dapat dipaksanakan. Pendapat tersebut memang ada benarnya, tetapi bukan harga mati. Sebab, minat seseorang, seperti halnya selera, dapat dibangun secara pelan-pelan tapi pasti. Begitu juga minat siswa pada sastra, dapat dibangun melalui praktek pengajaran sastra yang benar dengan menciptakan situasi pengajaran yang mampu mendorong siswa pelan-pelan meminati karya sastra.
Langkah pertama, adalah menciptakan suasana belajar-mengajar yang menarik dan menyenangkan agar siswa merasa enjoy di dalamnya, atau dapat menikmati proses belajar sastra dengan menyenangkan. Penciptaan situasi yang demikian ini menuntut kreativitas guru dalam mengajar, dan tidak bisa hanya bertumpu pada cara mengajar yang konvensional di depan kelas. Cara-cara sebagai berikut dapat dipertimbangkan:
1.      Mengajak siswa ke luar kelas, ke taman atau kebun terdekat. Cara ini dapat dicoba untuk mengajar menulis puisi. Dalam belajar menulis puisi, para siswa dapat diperkenalkan dengan berbagai fenomena alam yang puitis, seperti gerak daun  jatuh, desir suara angin, bunga yang mekar, burung yang bermain-main di dahan, atau kepak sayap kupu-kupu yang berpindah-pindah dari satu bunga ke bunga lainnya. Siswa diminta untk menuliskan fenomena alam itu dengan baris-baris kalimat yang puitis.
2.      Belajar di luar ruang juga dapat dipilih untuk mengajarkan menulis cerpen, misalnya ke kantin, taman, kebun, atau pinggir jalan. Siswa dapat diminta mengamati dan memilih satu potret kehidupan yang dilihatnya. Misalnya, seorang anak penyemir sepatu, lalu diminta membayangkan anak itu rajin bekerja untuk mengumpulkan uang guna pengobatan ibunya yang sakit di rumah. Nah, siswa diminta mengembangkan imajinasinya ini menjadi sebuah cerita pendek.
3.      Dalam mengajarkan apresiasi sastra, misalnya membahas puisi, cerpen atau novel, bias saja siswa diajak ke suatu tempat untuk mendiskusikannya secara santai dan terbuka. Untuk cerpen dan novel, tentu siswa perlu membacanya dulu di rumah. Jika ingin tetap di dalam kelas, tentu guru perlu menciptakan suasana diskusi yang menyenangkan dan membuat anak berani berbicara.
4.      Dalam mengajarkan membaca puisi, berbagai cara dapat dipilih. Misalnya, menayangkan dulu video penyair terkenal sedang membaca puisi, menghadirkan deklamator terkenal ke depan kelas, atau menyiasatinya dengan berbagai model penyajian puisi yang langsung melibatkan anak, seperti membaca puisi secara kolektif dan musikalisasi puisi, yang dapat membuat anak gembira.
5.      Setelah sesi-sesi di atas masing-masing dilalui, barulah siswa dikumpulkan di dalam kelas, diberi pengetahuan sastra yang sesuai dengan masing-masing sesi tersebut di atas. Dari sini, pengetahuan sastra siswa dapat diperluas ke teori dan sejarah sastra yang diperlukan.
Langkah kedua adalah memberi penghargaan pada siswa yang unggul dalam pelajaran sastra. Misalnya, memberi hadiah buku sastra pada siswa yang puisi atau cerpennya dinilai terbaik, juga pada siswa yang membaca puisi atau cerpennya dinilai paling bagus, serta pada siswa pembahasan atau pendapatnya paling pas saat membahas karya sastra. Akan lebih seru lagi kalau dalam memilih yang terbaik itu melibatkan seluruh siswa. Misalnya, semua puisi siswa ditempel pada papan tulis dan semua siswa ikut menilainya. 
Tetapi dalam menilai pembacaan puisi, tentu akan menghadapi problem waktu. Hal ini dapat diatasi dengan mengelompokkan siswa, misalnya ke dalam lima kelompok, dan masing-masing kelompok memilih seorang siswa wakilnya untuk beradu baca puisi dengan wakil kelompok lain. Dengan cara demikian, suasana bermain yang menyenangkan akan tercipta tanpa melupakan pokok pelajaran sastranya. Jadi, semi belajar sambil bermain.
Langkah ketiga adalah menyediakan ruang berekspresi bagi siswa yang berbakat di bidang sastra. Misalnya, menyediakan majalah dinding atau majalah sekolah untuk menampung karya-karya siswa, baik puisi, cerpen, esei, maupun resensi, dan yang karyanya dimuat mendapatkan hadiah buku sastra. Perlu juga diadakan lomba baca puisi tengah tahunan (menjelang libur atau awal liburan) untuk mendorong minat siswa dan menemukan bakat siswa dalam baca puisi.
Langkah berikutnya adalah meyakinkan pada siswa bahwa sastra itu penting untuk diapresiasi, karena di dalamnya terkandung nilai-nilai positif yang penting diketahui dan dihayati oleh siswa. Yakinkan, bahwa manusia yang berbudaya adalah manusia yang cinta sastra, maka jika ingin dianggap manusia berbudaya, cintailah sastra dan bacalah karya-karya sastra. Yakinkan pula bagi yang berbakat menulis puisi atau cerpen agar terus menekuninya sebagai hobi yang positif, yang akan sangat bermanfaat dan member nilai plus bagi mereka kelak.
Melalui langkah-langkah kecil seperti di atas diharapkan dapat terbangun minat siswa terhadap sastra. Apabila minat siswa terhadap karya sastra terbangun maka siswa akan mulai berhadapan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan secara mandiri siswa akan mengenal serta menyerap nilai-nilai moral, agama, budaya dan sebagainya. Dengan demikian bukan tidak mungkin karakter siswa akan terbangun menjadi karakter yang diidealkan masyarakat. Keberadaan pembelajaran sastra dalam upaya membangun karakter bangsa dapat terwujud dengan adanya minat anak, karya sastra anak, guru yang kompeten dalam bidang pengajaran dan pembelajaran sastra. Tanpa adanya unsur tersebut pembelajaran sastra hanya akan menjadi hiburan, sarana rekreasi saja.

PENUTUP
Pembelajaran sastra diyakini dapat membantu proses pembentukan karakter siswa, karena di dalam karya sastra terkandung nilai-nilai positif, sejak nilai-nilai budaya, sosial, moral, kemanusiaan, hingga agama. Seraya menghibur, sastra menawarkan pathos, nilai kearifan, kedalaman perenungan, dan menjadi semacam model-model perilaku yang dikandungnya. Melalui apresiasi sastra, siswa dapat mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan kehidupannya.
Karya sastra bisa menjadi medium yang strategis untuk mewujudkan tujuan mulia yang dimaksud dalam perencanaaan pembangunan karakter melalui pendidikan . Melalui karya sastra, anak-anak sejak dini bisa melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan berkreasi melalui karya sastra. Melalui karya sastra, siswa akan mendapatkan pengalaman baru dan unik yang belum tentu bisa mereka dapatkan dalam kehidupan nyata. Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi paham (ranah kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (ranah afektif) nilai yang baik, dan mau melakukannya (ranah psikomotor).
Dalam konteks demikian, pengajaran apresiasi sastra memiliki kontribusi penting dalam upaya melahirkan generasi yang cerdas dan bermoral seperti yang diharapkan. Ini artinya, mau atau tidak, institusi pendidikan harus memosisikan diri menjadi “benteng” utama apresiasi sastra melalui pengajaran yang dikelola secara tepat, serius, dan optimal. Keberadaan pembelajaran sastra dalam upaya membangun karakter siswa dapat terwujud dengan adanya minat siswa, karya sastra, guru yang kompeten dalam bidang pengajaran dan pembelajaran sastra. Tanpa adanya unsur tersebut pembelajaran sastra hanya akan menjadi hiburan, sarana rekreasi saja.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Peran Sastra dalam Menumbuhkan Karakter Bangsa.

Herfanda, Ahmadun Yossi.2011. Membentuk Karakter Siswa dengan Pengajaran Sastra.

Hidayatullah. 2012. Pembelajaran Sastra Anak Membangun Karakter Bangsa.

Patria, Bekti. 2010. Pembelajaran Apresiasi Sastra sebagai Wahana Penanaman Karakter



 
Copyright Learning, Sharing and Loving 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .